Slide 2
Minangkabau atau disingkat Minang merujuk
pada entitas kultural dan geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa, adat
yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, dan identitas agama Islam. Secara
geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatera Barat, separuh daratan Riau,
bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi,
pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh,
dan Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang
seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk pada nama ibu kota provinsi
Sumatera Barat Kota Padang. Namun, mereka biasanya akan menyebut
kelompoknya dengan sebutan urang awak, bermaksud sama dengan orang
Minang itu sendiri.
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari
suatu rumpun Melayu
yang tumbuh dan besar karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang
dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya sangat kuat diwarnai
ajaran agama Islam. Thomas Stamford
Raffles, setelah
melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah
sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kelak penduduknya tersebar luas di
Kepulauan Timur.
Masyarakat Minang bertahan sebagai
penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnis ini telah menerapkan
sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu
dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan
hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang dalam pernyataan Adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan
ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan,
sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris dari tradisi lama
Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Lebih dari
separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan.
Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan,
Batam,
Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang
terkonsentrasi di Kuala Lumpur, Seremban, Singapura, Jeddah,
Sydney,
dan Melbourne. Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang
populer dengan sebutan masakan Padang yang sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.
Slide 3
Masyarakat Minang saat ini merupakan
pemeluk agama Islam,
jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung
yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya
disebut "dibuang sepanjang adat".
Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada
anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan)
serta Inderagiri yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan
pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman Minangkabau.
Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki
(Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang dari
pesisir ke pedalaman), serta
hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak merujuk kepada
orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam, masih
tetap digunakan di dataran tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam
diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan
pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa pemerintahan Adityawarman dan anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan
munculnya Kerajaan Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam
dalam sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum
Islam di pedalaman Minangkabau. Walau pada saat bersamaan muncul tantangan dari
masyarakat setempat yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari
konflik ini muncul Perang Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran
bersama bahwa adat berasaskan Al-Qur'an.
Slide 5
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam
mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan
pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis
keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu),
sedangkan ayah
mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar)
dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki
kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam
posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut
menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang
(pilar utama rumah). Walau
kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum
lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas
atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
Slide 6
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu
anak cabang rumpun bahasa
Austronesia.
Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan
masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan
kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan
bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga
yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa
Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada
daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke
dalam bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab,
Tamil,
dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan
Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan
bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi.
Menguatnya Islam
yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri,
orang Minang juga menggunakan bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi tradisional
orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan
merupakan bagian sastra Melayu atau sastra Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak penggunaan
bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Bahasa Melayu
yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam.
Pidato di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20
sekolah Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau mengajarkan ragam
bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan juga digunakan di
wilayah Johor, Malaysia. Namun kenyataannya bahasa yang digunakan oleh
sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh bahasa
Minangkabau.
Guru-guru dan penulis Minangkabau
berperan penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa
Melayu berasal dari Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa
Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka, orang-orang Minangkabau menjadi percaya
bahwa mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa
Indonesia itu.
Slide 7
Masyarakat Minangkabau memiliki
berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan
dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud
sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa
yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat
dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing,
yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional
khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya
diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. Selain
itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau
disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni
peran (acting) berdasarkan skenario.
Selain itu, Minangkabau juga menonjol
dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih
mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan
untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan
kontak fisik
Slide 8
Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah
Gadang, yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk
dalam suku
tersebut secara turun temurun. Rumah adat ini dibuat berbentuk empat persegi
panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu,
dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas,
menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya
atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.
Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi
milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut.
Hanya kaum perempuan bersama suaminya
beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah Gadang, sedangkan laki-laki kaum
tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota
kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau
biasanya dibangun tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut, selain
berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki
dewasa namun belum menikah.
Dalam budaya Minangkabau, tidak semua
kawasan boleh didirikan Rumah Gadang. Hanya pada kawasan yang telah
berstatus nagari
saja rumah adat ini boleh ditegakkan. Oleh karenanya di beberapa daerah rantau
Minangkabau seperti Riau, Jambi, Negeri Sembilan, pesisir barat Sumatera Utara
dan Aceh, tidak dijumpai rumah adat bergonjong.
Slide 9
Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam
siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam
membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang,
perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak
keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu
proses dalam penambahan anggota di komunitas Rumah Gadang mereka.
Dalam prosesi perkawinan adat
Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum
dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai
(menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan).
Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari
(menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan
secara Islam
yang biasa dilakukan di masjid, sebelum kedua pengantin bersanding
di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan
diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian
masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar
panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi)
di kawasan pesisir pantai. Sementara itu di kawasan Luhak Limopuluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.
Slide 10
Masyarakat Minang juga dikenal akan
aneka masakannya. Dengan citarasanya yang pedas, membuat masakan ini populer di
kalangan masyarakat Indonesia, sehingga dapat ditemukan di hampir
seluruh Nusantara. Di Malaysia dan Singapura, masakan ini juga sangat digemari, begitu
pula dengan negara-negara lainnya. Bahkan, seni memasak yang dimiliki
masyarakat Minang juga berkembang di kawasan-kawasan lain seperti Riau,
Jambi,
dan Negeri Sembilan, Malaysia. Salah satu masakan tradisional Minang yang
terkenal adalah Rendang, yang mendapat pengakuan dari seluruh
dunia sebagai hidangan terlezat. Masakan lainnya yang khas antara lain Asam Pedas, Soto Padang, Sate Padang, dan Dendeng Balado. Masakan ini umumnya dimakan langsung dengan
tangan.
Masakan Minang mengandung bumbu rempah-rempah yang kaya, seperti cabai,
serai,
lengkuas, kunyit,
jahe,
bawang putih, dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki
aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan
Minang yang dapat bertahan lama. Pada hari-hari tertentu, masakan yang
dihidangkan banyak yang berbahan utama daging,
terutama daging sapi,
daging kambing, dan daging ayam.
Masakan ini lebih dikenal dengan
sebutan Masakan Padang, begitu pula dengan restoran atau rumah
makan yang khusus menyajikannya disebut Restoran Padang. Padahal dalam masyarakat Minang itu sendiri,
memiliki karakteristik berbeda dalam pemilihan bahan dan proses memasak,
bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Slide 11
Adat Minang terbagi kepada 4 bagian
desebut “Adaik nan ampek” (adat yang empat) yaitu :
1. Adaik nan sabana Adaik (Adat yang sebenarnya adat)
Adat ini merupakan adat yang paling
utama yang tidak dapat dirubah sampai kapanpun dia merupakan harga mati bagi
seluruh masyarakat Minang Kabau, tidaklah bisa dikatakan dia orang MInang
apabila tidak melak sanakan Adat ini dan akan dikeluarkan dia dari orang Minang
apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang palin perinsip adalah bahwa
seorang Minag wajib beragama Islam dan akan hilang Minangnya kalau keluar dari
agama Islam.
2. Adaik nan diadaikkan (adat yang di adatkan)
2. Adaik nan diadaikkan (adat yang di adatkan)
Adat ini adalah sebuah aturan yang telah
disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat Minang Kabau dari zaman dulu
melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat dalam dan sempurna oleh para
nenek moyang orang Minang dizaman dulu, contohnya yang paling perinsip dalam
adat ini adalah adalah orang minang wajib memakai kekerabatan “Matrilineal”
mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab keturunan dari ayah, makanya ada
“Dunsanak” (persaudaraan dari keluarga ibu) dan adanya “Bako” (persaudaraan
dari keluarga ayah), Memilih dan atau menetapkan Penguhulu suku dan Ninik mamak
dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari ampek suku asal (empat suku
asal) “Koto Piliang, Bodi, Caniago” atau berdasarkan pecahan suku nan ampek
tsb, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan
kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah,
ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll.
Kedua adat diatas disebut “Adaik nan babuhua mati” (Adat yang diikat mati) dan inilah disebut “Adat”, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut “Nan inadak lakang dek paneh nan indak lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati” (Yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati).
Kedua adat diatas disebut “Adaik nan babuhua mati” (Adat yang diikat mati) dan inilah disebut “Adat”, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut “Nan inadak lakang dek paneh nan indak lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati” (Yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati).
Kedua adat ini juga sama diseluruh
daerah dalam wilayah Adat Minang Kabau tidak boleh ada perbedaan karena inilah
yang mendasari adat Minang Kabau itu sendiri yang membuat keistimewaan dan
perbedaannya dari adat-adat lain di dunia.
Anak sicerek didalam padi Babuah batangkai-tangkai Salamaik buah nan mudo Kabek nan arek buhua mati Indaklah sia kamaungkai Antah kok kiamaik nan katibo
Anak sicerek didalam padi Babuah batangkai-tangkai Salamaik buah nan mudo Kabek nan arek buhua mati Indaklah sia kamaungkai Antah kok kiamaik nan katibo
3. Adaik nan Taradaik (adat yang teradat)
Adat ini adanya kareana sudah teradat
dari zaman dahulu dia adalah ragam budaya di beberapa daerah di Minang Kabau
yang tidak sama masing masing daerah, adat ini juga disebu dalam istilah “Adaik
salingka nagari” (adat selinkar daerah).
Adat ini mengatur tatanan hidup
bermasyarakat dalam suatu Nagari dan iteraksi antara satu suku dan suku lainnya
dalam nagari itu yang disesuaikan dengan kultur didaerah itu sendiri, namun
tetap harus mengacu kepada ajaran agama Islam.
Adat ini merupakan kesepakatan bersama
antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama, cerdik pandai, Bundo Kanduang dan
pemuda dalam suatu nagari di Mianag Kabau, yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman memakai etika-etika dasar adat Minang namun tetap dilandasi ajaran Agama
Islam.
4. Adaik Istiadaik (Adat istiadat)
Adat ini adalah merupakan ragam adat
dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi, berintegrasi, bersosialisasi
dalam masyarakat suatu nagari di Minang Kabau seperti acara pinang meminag,
pesta perkawinan dll, adat inipun tidak sama dalam wilayah Minang Kabau,
disetiap daerah ada saja perbedaannya namun tetap harus mengacu kepada ajaran
Agama Islam.
Kedua adat yang terakhir ini disebut
“Adaik nan babuhua sintak” (adat yang tidak diikat mati) dan inilah yang
namakan ”Istiadat”, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh dirubah kapan
saja diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik mamak, Alaim Ulama, Cerdik
pandai, Bundo kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan perkembangan zaman
namun acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat dan ajaran Agama
Islam, sehingga disebut dalam pepatah adat “maso batuka musim baganti, sakali
aie gadang sakali tapian baranjak” Masaklah padi rang singkarak Masaknyo
batangkai-tangkai Dibaok urang ka malalo Kabek sabalik buhua sintak Jaranglah
urang kamaungkai Tibo nan punyo rarak sajo
Kesimpulan :
1. Yang dimaksut adat di Minang Kabau adalah Ragam
budaya dan prilaku kehidupan masyarakat Minang kabau yang dilandasi asas minkin
dan patut sesuai syari’at Islam.
2. Yang dikatakan Adat Istiadat di Minang Kabau
adalah :
Adat adalah Adaik nan babuhua mati sebagai anggaran
dasar yang tidak boleh dirubah.
Istiadat adalah adaik nan babuhua sintak sebagai
anggaran rumah tangga yang dapat dirubah melalui mufakat.
Slide 13 – 16
Persukuan
Suku dalam tatanan Masyarakat
Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat
pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu perempat,
sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari
di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah
terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya,
setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari
pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Selain sebagai basis politik, suku
juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh
kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang
semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik
bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat
diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam
dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan.
Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka
harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa
cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun
unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah
paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama.
Nagari
Pakaian khas suku Minangkabau pada
tahun 1900-an.
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak
nagari.
Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau.
Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat
di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat
yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin
suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat
Nagari (KAN). Dari
hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan
yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika
masyarakat Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari,
kaum-keluarga, dan individu untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh
karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise
kaum-keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan
anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak
dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat
Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi
Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi
pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak,
kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto
dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang
dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.
Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai
Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama
para penghulu di nagari tersebut.
Penghulu
Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk,
merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk
mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang
terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan
memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat,
untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi
semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam
masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya,
sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap
kaum bernilai sama.
Seiring dengan bertambahnya anggota
kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang
dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau
sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan
menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal
ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
Memiliki penghulu yang mewakili suara
kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga
setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga
yang gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan
kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk "membeli" gelar
penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup
besar, sehingga tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga
kaya.
Kerajaan
Dalam laporan De Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa di daerah pedalaman
Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah
seorang raja.
Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan
polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman
Minangkabau, serta dari tambo
yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu
sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatera dan
bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di
wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.
Sistem kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan dengan komunitas
masyarakat Minang yang cukup signifikan. Pada awalnya masyarakat Minang di
negeri ini menjemput seorang putra Raja Alam Minangkabau untuk menjadi raja
mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang
diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Comments
Post a Comment