1.
Technology
Acceptance Model
Model TAM yang dikembangkan dari
teori psikologis, menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan
pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention),
dan hubungan perilaku pengguna (user behaviour relationship). Tujuan
model ini untuk menjelaskan faktor‐faktor
utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara
lebih terinci menjelaskan tentang penerimaan TI dengan dimensi‐dimensi tertentu yang dapat
mempengaruhi diterimanya TI oleh pengguna (user).
Model ini menempatkan usage
(penggunaan) sebagai dependent variabel, serta perceived usefulness (U) dan
ease of use (EOU) sebagai independen variabel. Kedua variabel independen ini
dianggap dapat menjelaskan perilaku penggunaan (usage).
Davis et al. (1989) mendefinisikan persepsi atas
kemanfaatan (perceived usefulness) sebagai “suatu tingkatan dimana
seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tersebut dapat meningkatkan
kinerjanya dalam bekerja” (p. 320). Sedangkan Marvine Hamner et al. (2008)
menambahkan Persepsi atas manfaat untuk diri sendiri (Perceive Personal
Utility), dimana lebih mengacu pada manfaat yang diperoleh untuk pribadi
sedangkan Perceive Usefulness mengacu pada manfaat untuk organisasi.
Persepsi atas kemudahan penggunaan (Perceived ease of use), secara
kontras, mengacu pada “suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa
menggunakan sistem tersebut tak perlu bersusah payah. Ini mengikuti definisi
dari “mudah” (“ease”) “freedom from difficulty or great effort” atau
“tidak memiliki kesulitan atau atau upaya keras.
Attitude Toward Using dalam
TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk
penerimaan ataupenolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu
teknologi dalam pekerjaannya. Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude)
sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang
terdiri atas unsur kognitif/cara pandang (cognitive), afektif (affective),
dan komponen‐komponen
yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components).
Sedangkan Behavioral Intention to
Use adalah kecenderungan perilaku untuk menggunakan suatu teknologi.
2. Theory of Reasoned Action
TRA (Theory of Reasoned Action)
yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan
persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku
orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI)
akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap
kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan
dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat
manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut
sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Teori ini
disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang
sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam teori ini,
Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan
akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen
mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu
dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang
lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).
Theory of
Reasoned Action atau Behavioral Intention Theory dari Ajzen dan Fishbelin masih
relatif baru, dan kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal . Model ini
menggunakan pendekatan kognitif, dan didasari ide bahwa “humans are reasonable animals who, in deciding what action to make,
system atically process and utilize the information available to them”.
Theory of Reasoned Action merupakan teori perilaku manusia secara umum :
aslinya teori ini dipergunakan didalam berbagai macam perilaku manusia,
khususnya yang berkaitan dengan permasalahan social-psikologis, kemudian makin
bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan
perilaku kesehatan.
Teori ini
menghubungkan keyakinan (beliefs),
sikap (attitude), kehendak/intensi (intention), dan perilaku (behavior). Untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui
intensi orang tersebut. Theory of Reasoned Action Intensi ditentukan oleh sikap
dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku.
Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior).
Disamping itu
juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi
individu (evaluation regarding the
outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif.
Norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang
dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.
3.
Diffusion
of Innovation
Munculnya Teori Difusi Inovasi
dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped
Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu
inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu.
Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat
adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting
karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan
proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion
curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate
of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog,
Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang
jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah
satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of
adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when
plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan
berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi
atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori
Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of
Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis
Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence
A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Esensi
Teori
Teori
Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu
kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari
Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated
through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih
jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat
khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau
dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new
idea from its source of invention or creation to its ultimate users or
adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi
inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
A.
Inovasi
Gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut
pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh
seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang
inovatif tidak harus baru sama sekali.
B.
Saluran
komunikasi
Alat untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling
tidakperlu memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik
penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada
khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih
tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
C.
Jangka waktu
Proses keputusan inovasi, dari mulai
seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan
pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling
tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi,
keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima
inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
D.
Sistem sosial
Kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat
dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan
inovasi mencakup:
·
Tahap Munculnya
Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat
dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
·
Tahap Persuasi
(Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)
membentuk sikap baik atau tidak baik
·
Tahap Keputusan
(Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau
penolakan sebuah inovasi.
·
Tahapan
Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
·
Tahapan
Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
4.
Task-technology
Fit
Task-Technology Fit adalah
konstruk yang disebut kecocokan tugas dengan teknologi atau Task-Technology Fit (TTF), yaitu
kesesuaian antara kemampuan teknologi dengan tuntutan pekerjaan, atau kemampuan
teknologi untuk mendukung pekerjaan (Goodhue and Thompson, 1995) di
dalam Dishaw, Strong, dan Bandy (2002). Beberapa penelitian yang
menggunakan teori atau kontruk tersebut, sebagai pembanding atau dikombinasikan
dengan TAM, diantaranya adalah Thompson, Higgins, dan Howell (1991) dengan
model utilisasi personnel computer (PC), serta Venkantesh dan Davis (2000) dan
Klopping dan McKinney (2004) yang menggunakan varibel kesesuaian tersebut
sebagai variabel eksternal terhadap TAM.
5.
Social
Cognitive Theory
Social Cognitive Theory sudah
menggunakan model yang didasarkan pada teori kognitif yang dikembangkan oleh Bandura untuk menguji
pengaruh computer self-efficacy, ekspektasi hasil, minat atau perhatian,
serta kecemasan terhadap penggunaan komputer. Dalam teori
ini self-efficacy merupakan antecedentterhadap penggunaan
teknologi. Tanggapan emosional seperti perhatian dan kecemasan dipengaruhi
oleh self-efficacy.
6.
Social
Exchange Theory
Teori social exchange adalah
sebuah teori yang mengemukakan bahwa kontribusi seseorang dalam suatu hubungan,
di mana hubungan tersebut dapat mempengaruhi kontribusi orang lain. Di dalam
teori ini terdapat istilah Comparison Levels yaitu, ukuran bagi keseimbangan
pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang lain. Teori ini
sama halnya dengan transaksi dalam berdagang, di mana ada untung dan rugi.
Asumsi
Dasar Teori Social Exchange
Asumsi dasar teori ini adalah
bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial
hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep
pokok dalam teori ini
1)
Ganjaran
Setiap akibat yang dinilai
positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran bisa berupa
uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai-nilai yang dipegangnya.
Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain, dan
berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya.
2)
Biaya
Biaya adalah akibat yang dinilai
negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha,
konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri serta kondisi-kondisi dapat lain
yang dapat menghabiskan sumber kekayaan atau dapat menimbulkan efek-efek yang
tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biayapun berubah-ubah sesuai dengan waktu
dan orang yang terlibat di dalamnya.
3)
Hasil
atau Laba
Hasil atau laba adalah ganjaran
dikurangi biaya. Jika seseorang dalam suatu hubungan tidak mendapatkan keuntungan
maka ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
4)
Tingkat
Perbandingan
Tingkat perbandingan ini
menunjukan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteriam dalam menilai hubungan
individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu
pada masa lalu atau alternatife hubungan lain yang terbuka baginya.
Asumsi tentang perhitungan antara
ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang selalu berusaha
untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan
hubungan yang dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkannya. Tentunya
kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat saling
memuaskan daripada mengarah kepada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang
ideal akan terjadi bila kedua belah pihak dapat saling memberikan keuntungan
sehingga hubungan tersebut menajdi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan
kedua belah pihak.
7.
Social
Identity Theory
Teori social identity (identitas
sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan
prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok. Menurut
Tajfel (1982), social identity (identitas sosial) adalah bagian dari
konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan
dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional
dari keanggotaan tersebut. Social identity berkaitan dengan
keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu
kelompok tertentu.
Pada umumnya, individu-individu
membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni kita dan mereka.
Kita adalah ingroup, sedangkan mereka adalah outgroup. Dapat
disimpulkan social identity adalah bagian dari konsep diri seseorang
yang berasal dari pengetahuan atas keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial
tertentu, yang di dalamnya disertai dengan nilai-nilai, emosi, tingkat
keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga terhadap keanggotaannya dalam
kelompok tersebut.
8.
Social
Network Theory
Jaringan sosial merupakan salah
satu dimensi sosial selain kepercayaan dan norma. Konsep jaringan dalam kapital
sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang
atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan
sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana kepercayaan itu
dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada konsep jaringan ini
terdapat unsur kerja yang melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama.
Pada dasarnya jaringan social terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling
menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan
ataupun mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam capital social menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok
lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif
(Lawang, 2005). Selanjutnya
jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar
individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan
social (network) merupakan dimensi yang bisa saja memerlukan dukungan dua
dimensi lainnya karena kerjasama atau jaringan social tidak akan terwujud tanpa
dilandasi norma dan rasa saling percaya. Lebih lanjut, dalam menganalisis
jaringan social, Granovetter
(2005) mengetengahkan gagasan mengenai pengaruh struktur social terutama yang
terbentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut
kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat prinsip utama yang melandasi
pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jaringan social dengan
manfaat ekonomi, yakni :
1. Norma dan kepadatan jaringan
(network density).
2. Lemah atau kuatnya ikatan (ties)
yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang
lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi
baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan
teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hamper sama dengan individu, dan
kenalan baru relative membuka cakrawala dunia luar individu.
3. Peran lubang struktur (structur
holes) yang berada diluar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata
berkontribusi untuk menjembatani relasi individu dengan pihak luar.
4. Interpretasi terhadap tindakan
ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang
dilakukan dalam kehidupan social individu yang ternyata mempengaruhi tindakan
ekonominya. Dalam hal ini, Granovetter menyebutkan keterlambatan tindakan non
ekonomi dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial.
9.
Actor
Network Theory
Teori Jaringan Aktor adalah
pendekatan interdisipliner pada studi ilmu ilmu, ilmu sosial dan studi
teknologi. Sebenarnya Teori ini berawal dari Michel Callon (1991) dan Bruni
Latour (1992) di Centre
de Sociologie de l’Innovation Ecole des Mines di Paris dan pengunjungnya
(termasuk John Law). Teori Jaringan-Aktor atau Actor-Network Theory atau sering
disingkat ATN berpendapat bahwa sebuah penemuan ilmiah tidak berasal dari satu
orang tertutup saja. Namun demikian sebuah teori ilmiah berasal dari
jaringan-jaringan baik suatu subjek maupun objek mati. Pandangan ANT bisa dibilang
berlawanan dengan pandangan Heroik mengenai perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan seringkali ilmuan dipandang melakukan suatu tindakan
heroik menemukan dan memajukan ilmu. Sebagai contohnya adalah Newton, Newton
sering dikatakan sebagai “penemu” teori gravitasi. Seakan akan penemuan itu
muncul begitu saja dalam sebuah ruang tertutup dan terpisah dari yang lain. ANT memfokuskan diri dan
memperhatikan faktor-faktor yang ada disekitarnya. Sebagai contoh : Pengalaman
Galileo, kawan-kawan sesama ilmuan, hubungan dengan Astronomer Royal, Jhon
Flamsteed, penggunaan Euclidean geometri, astronomi Kepler, Mekanisme Galileo,
alat-alatnya, detail dari labnya, faktor budaya dan batas-batas yang diadakan
baginya di lingkungannya dan berbagai hal teknis dan non teknis akan
digambarkan dan dipertimbangkan dalam teori ANT. ANT tidak menjelaskan kenapa ada
Jaringan tetapi lebih tertarik pada infrastukturnya, bagaimana dia terbentuk
dan rusak dan lain sebagainya. ATN memakai Principle of generated symmetry, dimana manusia dan non manusia
digabungkan dalam sebuah framework
konseptual yang sama. Hasilnya manusia dan non-manusia sering keduanya
direferensi sebagai ‘actant’. Kontrofesi dan profokasi karena
gerakan ANT membuat Bruno Latour menegaskan ada empat kesalahan dalam ANT:
kata Actor, Network, Theorydan hypen. Dia kemudian berceramah untuk
meredefinisi term-term itu dan untuk menempatkannya pada diskursus yang dia
bantu untuk ciptakan sendiri.
10. Agency Theory
Teori
keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan
adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen
di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan).
Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut
teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal)
memperkerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat
mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang
memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan
principal. Dengan
asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri
sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent
untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam
kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi
yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
11. System Theory
Teori Sistem adalah
transdisciplinary studi tentang sistem secara umum, dengan tujuan mengelusidasi
prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk semua jenis sistem di semua bidang
penelitian. Istilah ini belum memiliki yang didirikan, tepat-yang berarti baik,
tetapi teori sistem cukup dapat dianggap sebagai spesialisasi sistem berpikir
dan generalisasi dari ilmu sistem . Istilah ini berasal dari Bertalanffy 's Teori
Sistem Umum (GST) dan digunakan dalam usaha nanti di bidang lain, seperti teori
tindakan dari Talcott Parsons dan sistem-teori Niklas Luhmann. Dalam
konteks ini kata "sistem" digunakan untuk merujuk secara khusus untuk
mengatur sistem-diri, yaitu yang mengoreksi diri melalui umpan balik.
Self-mengatur sistem ditemukan di
alam, termasuk sistem fisiologis tubuh kita, dalam ekosistem lokal dan global,
dan iklim. Perkembangan
sistem teori banyak
awal teori sistem bertujuan untuk menemukan teori sistem umum yang bisa
menjelaskan semua sistem di semua bidang ilmu pengetahuan. Istilah kembali ke
buku Bertalanffy berjudul "Umum Teori Sistem: Yayasan, Pembangunan,
Aplikasi" 1968. dari Menurut Von Bertalanffy, dia mengembangkan "Systemlehre Allgemeine" (umum
sistem ajaran) pertama melalui kuliah dimulai pada tahun 1937 dan kemudian
melalui publikasi mulai tahun 1946. Tujuan Von Bertalanffy adalah untuk membawa
bersama-sama di bawah satu pos ilmu organismic bahwa ia telah mengamati dalam
pekerjaannya sebagai ahli biologi. Keinginannya adalah untuk menggunakan kata
"sistem" untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang umum sistem secara
umum.
Sumber :
Comments
Post a Comment