Teori Penelitian



1.      Technology Acceptance Model
Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis, menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention), dan hubungan perilaku pengguna (user behaviour relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktorfaktor utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara lebih terinci menjelaskan tentang penerimaan TI dengan dimensidimensi tertentu yang dapat mempengaruhi diterimanya TI oleh pengguna (user).
Model ini menempatkan usage (penggunaan) sebagai dependent variabel, serta perceived usefulness (U) dan ease of use (EOU) sebagai independen variabel. Kedua variabel independen ini dianggap dapat menjelaskan perilaku penggunaan (usage).
Technology Acceptance Model (TAM)
Davis et al. (1989) mendefinisikan persepsi atas kemanfaatan (perceived usefulness) sebagai “suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tersebut dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja” (p. 320). Sedangkan Marvine Hamner et al. (2008) menambahkan Persepsi atas manfaat untuk diri sendiri (Perceive Personal Utility), dimana lebih mengacu pada manfaat yang diperoleh untuk pribadi sedangkan Perceive Usefulness mengacu pada manfaat untuk organisasi. Persepsi atas kemudahan penggunaan (Perceived ease of use), secara kontras, mengacu pada “suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tersebut tak perlu bersusah payah. Ini mengikuti definisi dari “mudah” (“ease”) “freedom from difficulty or great effort” atau “tidak memiliki kesulitan atau atau upaya keras.
Attitude Toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan ataupenolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya. Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif/cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponenkomponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components).
Sedangkan Behavioral Intention to Use adalah kecenderungan perilaku untuk menggunakan suatu teknologi.

2.      Theory of Reasoned Action
TRA (Theory of Reasoned Action) yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan  mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.

Theory of Reasoned Action (TRA)
Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam teori ini, Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).
Theory of Reasoned Action atau Behavioral Intention Theory dari Ajzen dan Fishbelin masih relatif baru, dan kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal . Model ini menggunakan pendekatan kognitif, dan didasari ide bahwa “humans are reasonable animals who, in deciding what action to make, system atically process and utilize the information available to them”. Theory of Reasoned Action merupakan teori perilaku manusia secara umum : aslinya teori ini dipergunakan didalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan social-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/intensi (intention), dan perilaku (behavior). Untuk mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut. Theory of Reasoned Action Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior).
Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif. Norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.

3.      Diffusion of Innovation
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa  difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
A.     Inovasi
Gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
B.     Saluran komunikasi
Alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
C.     Jangka waktu
Proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
D.     Sistem sosial
Kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
·         Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
·         Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
·         Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
·         Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
·         Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.


4.      Task-technology Fit
Task-Technology Fit adalah konstruk yang disebut kecocokan tugas dengan teknologi atau Task-Technology Fit (TTF), yaitu kesesuaian antara kemampuan teknologi dengan tuntutan pekerjaan, atau kemampuan teknologi untuk mendukung pekerjaan (Goodhue and Thompson, 1995) di dalam Dishaw, Strong, dan Bandy (2002). Beberapa penelitian yang menggunakan teori atau kontruk tersebut, sebagai pembanding atau dikombinasikan dengan TAM, diantaranya adalah Thompson, Higgins, dan Howell (1991) dengan model utilisasi personnel computer (PC), serta Venkantesh dan Davis (2000) dan Klopping dan McKinney (2004) yang menggunakan varibel kesesuaian tersebut sebagai variabel eksternal terhadap TAM.

5.      Social Cognitive Theory
Social Cognitive Theory sudah menggunakan model yang didasarkan pada teori kognitif yang dikembangkan oleh Bandura untuk menguji pengaruh computer self-efficacy, ekspektasi hasil, minat atau perhatian, serta kecemasan terhadap penggunaan komputer. Dalam teori ini self-efficacy merupakan antecedentterhadap penggunaan teknologi. Tanggapan emosional seperti perhatian dan kecemasan dipengaruhi oleh self-efficacy.

6.      Social Exchange Theory
Teori social exchange adalah sebuah teori yang mengemukakan bahwa kontribusi seseorang dalam suatu hubungan, di mana hubungan tersebut dapat mempengaruhi kontribusi orang lain. Di dalam teori ini terdapat istilah Comparison Levels yaitu, ukuran bagi keseimbangan pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang lain. Teori ini sama halnya dengan transaksi dalam berdagang, di mana ada untung dan rugi.
Asumsi Dasar Teori Social Exchange
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini

1)      Ganjaran
Setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran bisa berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai-nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya.
2)      Biaya
Biaya adalah akibat yang dinilai negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri serta kondisi-kondisi dapat lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biayapun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.
3)      Hasil atau Laba
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Jika seseorang dalam suatu hubungan tidak mendapatkan keuntungan maka ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
4)      Tingkat Perbandingan
Tingkat perbandingan ini menunjukan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteriam dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatife hubungan lain yang terbuka baginya.
Asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkannya. Tentunya kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat saling memuaskan daripada mengarah kepada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang ideal akan terjadi bila kedua belah pihak dapat saling memberikan keuntungan sehingga hubungan tersebut menajdi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.


7.       Social Identity Theory
Teori social identity (identitas sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok. Menurut Tajfel (1982), social identity (identitas sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Social identity berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu.
Pada umumnya, individu-individu membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni kita dan mereka. Kita adalah ingroup, sedangkan mereka adalah outgroup. Dapat disimpulkan social identity adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan atas keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial tertentu, yang di dalamnya disertai dengan nilai-nilai, emosi, tingkat keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga terhadap keanggotaannya dalam kelompok tersebut.

8.      Social Network Theory
Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi sosial selain kepercayaan dan norma. Konsep jaringan dalam kapital sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada konsep jaringan ini terdapat unsur kerja yang melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan social terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam capital social menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2005). Selanjutnya jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan social (network) merupakan dimensi yang bisa saja memerlukan dukungan dua dimensi lainnya karena kerjasama atau jaringan social tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya. Lebih lanjut, dalam menganalisis jaringan social, Granovetter (2005) mengetengahkan gagasan mengenai pengaruh struktur social terutama yang terbentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jaringan social dengan manfaat ekonomi, yakni :

1.      Norma dan kepadatan jaringan (network density).
2.      Lemah atau kuatnya ikatan (ties) yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hamper sama dengan individu, dan kenalan baru relative membuka cakrawala dunia luar individu.
3.      Peran lubang struktur (structur holes) yang berada diluar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi individu dengan pihak luar.
4.      Interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan social individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya. Dalam hal ini, Granovetter menyebutkan keterlambatan tindakan non ekonomi dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial.

9.      Actor Network Theory
Teori Jaringan Aktor adalah pendekatan interdisipliner pada studi ilmu ilmu, ilmu sosial dan studi teknologi. Sebenarnya Teori ini berawal dari Michel Callon (1991) dan Bruni Latour (1992) di Centre de Sociologie de l’Innovation Ecole des Mines di Paris dan pengunjungnya (termasuk John Law). Teori Jaringan-Aktor atau Actor-Network Theory atau sering disingkat ATN berpendapat bahwa sebuah penemuan ilmiah tidak berasal dari satu orang tertutup saja. Namun demikian sebuah teori ilmiah berasal dari jaringan-jaringan baik suatu subjek maupun objek mati. Pandangan ANT bisa dibilang berlawanan dengan pandangan Heroik mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan seringkali ilmuan dipandang melakukan suatu tindakan heroik menemukan dan memajukan ilmu. Sebagai contohnya adalah Newton, Newton sering dikatakan sebagai “penemu” teori gravitasi. Seakan akan penemuan itu muncul begitu saja dalam sebuah ruang tertutup dan terpisah dari yang lain. ANT memfokuskan diri dan memperhatikan faktor-faktor yang ada disekitarnya. Sebagai contoh : Pengalaman Galileo, kawan-kawan sesama ilmuan, hubungan dengan Astronomer Royal, Jhon Flamsteed, penggunaan Euclidean geometri, astronomi Kepler, Mekanisme Galileo, alat-alatnya, detail dari labnya, faktor budaya dan batas-batas yang diadakan baginya di lingkungannya dan berbagai hal teknis dan non teknis akan digambarkan dan dipertimbangkan dalam teori ANT. ANT tidak menjelaskan kenapa ada Jaringan tetapi lebih tertarik pada infrastukturnya, bagaimana dia terbentuk dan rusak dan lain sebagainya. ATN memakai Principle of generated symmetry, dimana manusia dan non manusia digabungkan dalam sebuah framework konseptual yang sama. Hasilnya manusia dan non-manusia sering keduanya direferensi sebagai ‘actant’. Kontrofesi dan profokasi karena gerakan ANT membuat Bruno Latour menegaskan ada empat kesalahan dalam ANT: kata Actor, Network, Theorydan hypen. Dia kemudian berceramah untuk meredefinisi term-term itu dan untuk menempatkannya pada diskursus yang dia bantu untuk ciptakan sendiri.

10.  Agency Theory
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

11.  System Theory
Teori Sistem adalah transdisciplinary studi tentang sistem secara umum, dengan tujuan mengelusidasi prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk semua jenis sistem di semua bidang penelitian. Istilah ini belum memiliki yang didirikan, tepat-yang berarti baik, tetapi teori sistem cukup dapat dianggap sebagai spesialisasi sistem berpikir dan generalisasi dari ilmu sistem . Istilah ini berasal dari Bertalanffy 's Teori Sistem Umum (GST) dan digunakan dalam usaha nanti di bidang lain, seperti teori tindakan dari Talcott Parsons dan sistem-teori Niklas Luhmann. Dalam konteks ini kata "sistem" digunakan untuk merujuk secara khusus untuk mengatur sistem-diri, yaitu yang mengoreksi diri melalui umpan balik.
Self-mengatur sistem ditemukan di alam, termasuk sistem fisiologis tubuh kita, dalam ekosistem lokal dan global, dan iklim. Perkembangan sistem teori banyak awal teori sistem bertujuan untuk menemukan teori sistem umum yang bisa menjelaskan semua sistem di semua bidang ilmu pengetahuan. Istilah kembali ke buku Bertalanffy berjudul "Umum Teori Sistem: Yayasan, Pembangunan, Aplikasi" 1968. dari Menurut Von Bertalanffy, dia mengembangkan "Systemlehre Allgemeine" (umum sistem ajaran) pertama melalui kuliah dimulai pada tahun 1937 dan kemudian melalui publikasi mulai tahun 1946. Tujuan Von Bertalanffy adalah untuk membawa bersama-sama di bawah satu pos ilmu organismic bahwa ia telah mengamati dalam pekerjaannya sebagai ahli biologi. Keinginannya adalah untuk menggunakan kata "sistem" untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang umum sistem secara umum.


Sumber :


Comments